Dede Prass tampil dengan gaya santai dan blak-blakan, membawakan materi tentang kehidupan sehari-hari di lingkungan tempat tinggalnya, terutama soal tetangga—yang ternyata jadi sumber inspirasi sekaligus bahan lelucon paling segar. Ia membuka dengan anekdot absurd tentang seorang tetangga yang sedang hamil enam bulan tapi perutnya tidak tampak membesar. Ketika ditanya, si tetangga menjawab dengan polos (dan kocak), “Saya hamil di punggung, Mas.” Sebuah pembuka yang langsung memancing tawa lewat absurditas.
Kemudian Dede menyinggung kebiasaan tetangganya yang gemar bergosip, bahkan tanpa malu melakukannya di rumah Dede sendiri. Ia menggambarkan betapa menjengkelkannya ketika seseorang datang hanya untuk menyebarkan cerita tentang orang lain—bahkan kadang tentang dirinya sendiri. Dalam posisi yang serba salah, Dede hanya bisa diam sambil mengumpat dalam hati, menahan bingung ingin menanggapi bagaimana.
Dengan cerdas, Dede menyelipkan kritik sosial dalam tawa: ia mengingatkan bahwa terlalu sering membicarakan orang lain bisa jadi bumerang, terutama saat kita benar-benar butuh pertolongan tetangga. Ia melontarkan skenario satir, "Kalau kita mati, bisa-bisa enggak dibantuin tetangga," ujarnya. Lelucon ini menyindir secara halus betapa pentingnya menjaga hubungan baik di masyarakat.
Tak hanya itu, Dede juga membahas soal dapur dan bumbu dapur sebagai bagian dari dinamika bertetangga. Ia menyindir kebiasaan minta garam—yang sebenarnya wajar—tapi jadi lucu ketika frekuensinya sudah berlebihan. “Mbak punya garam nggak?” jadi kalimat ikonik yang muncul berkali-kali.
Materi ditutup dengan cerita tentang tetangganya yang baru saja membeli mobil baru. Ketika Dede bertanya soal harganya, dijawab dengan merendah, “Ah, murah, cuma...” —yang langsung dipotong dengan efek dramatis suara musik, memperkuat kesan bahwa si tetangga ini pamer dengan cara sok merendah.
Dede Prass sukses menyampaikan keresahan umum yang dirasakan banyak orang tentang tetangga, gosip, dan interaksi sosial, lalu membungkusnya dengan gaya yang ringan, absurd, dan penuh sarkasme. Materinya terasa dekat dan relevan, membuat penonton tertawa sekaligus mengangguk-angguk karena merasa, "Wah, ini gua banget."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar